Kamis, 23 Februari 2012

Hugo Part. 1


Hari senin adalah hari menakutkan untuk semua orang terutama murid-murid SMA Paligo, tanpa kecuali Beni, padahal hari ini adalah hari penentuan atau penegakan hukum yang sering di lakukan di sekolahnya tersebut, namun karena kebiasaannya yang sering terlambat dia tidak kehabisan akal, dia sudah tahu jalan mana yang akan dia pilih untuk memasuki gedung untuk murid cowok yang berpagar tinggi sekitar 2,5 meter itu.

Gedung untuk cowok dan cewek terpisah walau tidak ada batas pemisah di antara keduannya namun sekolah bertaraf International ini sudah mendisain dan membuat gedung ini khusus di bagian Timur adalah gedung untuk Putra sedangkan gedung di sebelah Barat adalah gedung untuk Putri, namun para putri harus melewati gedung Putra dulu agar bisa masuk ke gedung Putri tiap paginya.

Beni mengeluarkan tali tambang yang sudah dia siapkan dari tasnya, melempar pangkalnya sampe menyangkut di jeruji besi yang ada di pangkal tembok yang berinterior kotak-kotak membentuk batu bata yang di design rapih oleh arsitektunya. Itu pasti.

Beni berhasil menaiki tembok yang tingginya tak terkira itu, dia melempar tasnya ke rerumputan yang ada di bawah sana, dan akhirnya,

HUPP!!!

“Beniiiiiiiiiiiiiii” teriak Satpam SMA Paligo yang sudah berjaga di gedung belakang sekolah.

“Excuse me, bapak jaga di sini yah? Biasanyanya di depan sudah pindah toh pak” kata Beni sambil cengengesan sambil mengambil tasnya yang tergeletak tak jaud dari dia jatuh, “Duluan yah pak” tambahnya kabur karena takut di kejar oleh satpam berkumis tebal seperti Pak Raden itu. Satpam itupun menyerah untuk mengejar salah satu murid terbadung di sekolah ini.

Beni mengeluarkan ponselnya dan menekan angka 4 sebagai panggilan cepatnya pada seseorang yang akan dia hubungi sekarang.

“Panca, si cantik udah berkoar belum?” tanyanya sambil mengendap-endap melewati belakang kelas yang di depannya adalah lapangan upacara.

Si cantik adalah panggilan untuk bu Grace, guru itu adalah guru penegak keadilan di Palago yang akan berkeliling kelas untuk melakukan tes mingguan.

Not yet, where are you?

“Gue di belakang kelas sepuluh tujuh nih, sebentar lagi gue naik,” ucapnya sambil mengendap-endap dengan mata berpencar ke penjuru arah, “I’ll be there in five minutes, wait me!” ditekannya tombol merah di ponselnya dan memasukan ponselnya ke dalam saku di celana merah kotak-kotaknya.

Hari ini selain ada upacara juga ada pemeriksaan mingguan setiap murid, pemeriksaan atribut sekolah, pemeriksaan kesehatan dan pemeriksaan absensi kelas. Semuanya selalu di lakukan setiap minggunya jadi barang siapa yang pada hari pemeriksaan tidak terdaftar kehadirannya maka akan mendapat sanksi kecuali ada pemberitahuan sebelumnya. Di hari senin juga ada pelajaran tambahan yaitu pemberian kelas khusus bagi murid-murid yang bermasalah, yang berprestasi maupun yang kurang berprestasi.

Setelah sampai di tangga, beni berjalan dengan gontai melihat sekeliling agar orang-orang yang juga berkeliaran di sekitar tidak curiga bahwa dia terlambat, saat sudah mulai tak ada orang di tangga yang di lindungi sekat-sekat dinding di kanan kiri tangga dia berlari, namun tali sepatunya terlepas hampir membuatnya jatuh sehingga dia membungkukkan badannya mengikat tali.

why are you running?” suara perempuan itu menepuk pundak Beni. Tubuh Beni kontan menegang karena yang dia dengar adalah suara perempuan berarti tandanya orang yang ada di belakangnya adalah guru.

Ohhh My Bad Day, umpatnya dalam hati.

Are you Beni?” Tanya suara itu lagi. Membuat Beni makin membeku di tempat, apalagi saat orang itu memanggil namanya, sekarang dia bahkan tidak bisa memutar kepalanya ke belakang.

aren’t you?” Tanya lagi meyakinkan, namun orang yang di panggil tetap tidak menghadap ke arahnya. Maka dengan cepat perempuan itu membalikkan tubuh Beni.

Beni kontan memejamkan mata, “I’m sorry, I’m Late, again and again, Mom.” dahi Beni berkerut dan matanya semakin terpejam.

Beni, It’s me” perempuan itu mengguncangkan tubuh Beni, “I’m Putri” tambah suara perempuan itu.

Beni menerjapkan mata, “Ohhhh my princess, you have made me scared” geramnya dan langsung memeluk cewek dihadapannya.

“Beni!!” suara cewek itu kontak membuat beni melepaskannya.

Why are you here? What are you doing? You miss me?” pertanyaan itu datang dari mulut Beni berentet.

“Hellooooooo, gue di sini karena disuruh Bu Grace nganterin absensi tiap kelas di gedung sebelah tau” cibir Putri

“Hey, di lingkungan sekolah dilarang berbahasa Indonesia” Beni mengingatkan.

Paligo adalah nama sekolah SD, SMP, SMA International di kawasan pinggiran Jakarta, aneh kan? Kenapa sekolah sebagus ini ada di pinggiran Jakarta? Karena sekolah ini tidak masuk deretan sekolah yang memenuhi criteria pendidikan yang ada di Indonesia. Pemerintah Indonesia sendiri bahkan tidak terlalu mengetahui berdirinya sekolah ini, hanya sedikit yang mengetahuinya, sekolah ini bekerja sama dengan salah satu universitas di Amerika untuk mengembangkannya bahkan ijazah yang di dapat dari sekolah ini adalah Ijazah bertaraf dunia sehingga butuh perjuangan khusus untuk masuk Paligo.

Walaupun sekolah ini bekerjasama oleh pemerintah luar, tapi setiap pertandingan yang di adakan selalu membawa nama Indonesia dan mengangkat Indonesia di kanca pendidikan dunia. Di sekolah ini bukan hanya orang-orang Indonesia saja yang belajar namun warga asing pun ada yang menyekolahkan putra-putrinya di sekolah ini. Di Paligo juga di ajarkan seluruh bahasa dunia dari Inggris, Jepang, Jerman, Perancis, China, Korea dan lainnya yang juga di khususkan sebagai bahasa sehari-hari yang di ucapkan di kawasan lingkungan sekolah, tapi lebih umumnya adalah bahasa inggris.

Sorry, I’m forgot” Putri menyunggingkan senyum.

‘Attention, please! Today we will conduct weekly evaluations, students are expected to be in class, thank you’

I think you must go to your class” kata Putri mengingatkan.

Yeah, I think so, bye” Beni segera berlari cepat ke arah kelasnya.

Putri tersenyum melihat Beni berlari cepat mengejar waktu apalagi dia harus berlari melewati tiga tangga lagi, membuatnya tertawa kecil jika mengingat itu.

*****

Oh GOD!! Today is Nightmare for me” keluh Beni menenggelamkan kepalanya.

Divo tersenyum dia mengangkat meja yang menyatu dengan kursinya itu ke atas untuk dia keluar, dan mengembalikan kembali bentuk meja itu, lalu dia berjalan gontai menghampiri Beni.

“Yah siapa suruh elo telat lagi” katanya sambil menepuk pundak Beni, dan itu membuat Beni menggeram karena kata lagi diucapkan Divo dengan nada penekanan yang sangat tidk enak di dengar oleh telinga seorang Beni.

Avez-vous d’alarme dans votre maison?” ledek Ronald, cowok berwajah Eropa yang duduk di belakang Beni.

Beni mengangkan kepalanya dan menghadap ke arah Ronald, “Hah? You think?” katanya sinis, yang membuat kelima cowok yang berada di kelas itu tertawa lebar.

You’re childish, Ben” tambah Kanza dengan senyumnya yang membuat semua cewek terpaku bila berjalan di hadapannya.

Okay, Well” Divo menenangkan lalu duduk di meja di depan Beni, memandang sekelilingnya masih tersenyum geli dia berkata “You don’t see his face, he was very frightened by the threat of a given Mrs.grace” kata Divo sambil menahan tawa.

Mata mereka saling berpandangan seperti sedang merencanakan sesuatu.

*****

“Buahahahahaahhaahaha” Kelima pangeran sekolah itu tertawa terbahak-bahak di lapangan dekat rumah Divo, mereka berlari dengan jarak 2km dari sekolah mereka menuju area rumah Divo. Keringat mereka bercucuran di pelipis wajahnya, Panca menjatuhkan tubuhnya ke lapangan, menjulurkan kakinya yang jenjang kedepan, di ikuti juga oleh yang lainnya.

Hari ini mereka baru saja membantu Beni kabur dari Bu Grace guru penegak keadilan di Paligo itu, dengan susah payah menyelamatkan Beni yang sedang di kuliahi secara private oleh Bu Grace dengan memberikan obat tidur di minuman yang di antarkan oleh Office Boy yang mengantar minuman ke meja Bu Grace.



Beni menunduk lemas ketika mendengar ocehan Bu Grace dengan kosa kata inggrisnya yang lantang dan begitu ruwet di dengar. Diluar ruangan intimidasi itu keempat sahabat Beni sudah pasang telinga lebar-lebar mendengarkan apa yang di ocehkan oleh ibu guru cantik itu.
Seorang Office Boy berjalan kea rah mereka sambil membawa nampan berisi segelas kopi susu untuk Bu Grace. Divo mengangkat sedikit alisnya.

Joni, it is for Mrs. Grace?” tanyanya menunjuk gelas yang berada di atas nampan itu.

Yeah, this milkcoffee for her” jawabnya.

Selain antara siswa yang harus berbahasa Asing di lingkungan sekolah, para pegawai-pegawai di sini pun wajib bisa berbahasa asing maka’y walau pada OB sekali pun siswa harus berbahasa Asing dengan benar. Selain bahasa Asing di sekolah inipun mempunyai hari untuk menggunakan bahasa Indonesia yaitu di hari Rabu dan Jum’at agar siswa yang bukan berasal dari Indonesia pun bisa mengenal bahasa yang di gunakan dalam Negara kita tercinta ini.

Give me, please! I want to help your job” kata Divo tulus.

Oh thanks, no problem

Please!

Ketiga lelaki di belakang Divo hanya diam sambil sesekali tersenyum melihat tingkah salah satu temannya yang sedang merencanakan rencana licik bahkan sungguh keji. Divo akhirnya berhasil mengambil hati sang OB, nampan itu sudah berada di tangannya, setelah OB itu pergi Divo berbalik badan dan meraba kantong celana kirinya.

Saat mengacungkan sebungkus bubuk obat pencahar dari kantongnya Divo mengangkat satu alisnya dan ujung bibirnya, senyuman itu di ikuti oleh Panca, Ronald dan Kanza yang berada di depannya.

Are you sure?” Tanya Panca tak yakin

I’m really really sure” jawab Divo enteng

Divo memang orang yang paling jahil di antara kelima orang ini, tapi tampangnya yang bagai malaikat itu selalu di pandang baik oleh orang-orang yang mengenalnya kecuali sahabat-sahabatnya yang sudah sangat mengenal dirinya dekat. Divo memindahkan nampannya ke tangan Panca dan mencampurkan bubuk itu ke dalam kopi susu Bu Grace.

“Terus tuh kopi siapa yang mau kasih?” Tanya Kanza sambil melipat tangannya di dada.

He always got idea” kata Ronald yang sedari tadi hanya diam dan memasukkan tangannya di kantong celana.

That’s right, baby” Divo mencubit pipi Ronald dengan kencang.

Ehh, you’re gay?” Ronald melepaskan tangan Divo dan menatapnya tajam.

Panca dan Kanza hampir saja tertawa terbahak-bahak kalau saja mereka tidak ingat kalau mereka ada di depan ruang paling seram di antara ruangan lain di gedung ini. Mata Divo beralih ke sekelilingnya, seperti mencari sesuatu untuk kelanjutan misinya yang semakin gila. Setelah menemukan apa yang dia cari dia menghampirinya, namun sebelumnya dia sudah menyambar nampan yang Panca pegang.

Give it to Mrs. Grace!” kata Divo sambil memberikan nampan yang di pegangnya dengan tampangnya yang membuat cewek itu luluh dengan perintahnya, “She is in that room” tambahnya sambil menunjuk kea rah ruangan dimana Beni dan Bu Grace sedang beradu urat kesabaran. Divo dan ketiga temannya berjalan meninggalkan tempat itu.

Dan dalam waktu setengah jam Beni berlari menghampiri mereka dan mengajaknya berlari juga karena satpam sekolah di suruh Bu Grace untuk menangkap Beni.




“Lo semua liat engga ekspresi wajah si cantik, cara bicaranya yang anggun itu tadi lewat sudah di mata gue, gue kaya liat kumpulan orang inggris lagi nawar dagangan di pasar, ngoceh ngga berenti” Beni menumpahkan kekesalannya.

“Lagian lo udah tau hari senin ada evaluasi mendadak pake telat lagi” Kanza masih tetap menyalahkan kebodohan Beni itu. Wajah mereka terlihat loyo, mukanya lusuh akibat lari marathon mendadak tadi.

Divo mengeluarkan bola basket dari tasnya dan men-drible bola yang bulat itu ke arah ring, dan bola itu melewati ring dengan mulus. Tanpa melihat ke belakang Divo melempar bola ke belakang kea rah teman-temannya yang sedang kelelahan. Dan….

“DIVOOOOOO, ARE YOU CRAZYYYYY” teriak salah satu seseorang yang kepalanya terkena lemparan bola dari Divo, Divo langsung menoleh ke sumber suara dengan wajah malaikatnya.

*****

To Be Continue...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar